“Aku menyayangimu...”
“Aku mencintaimu...”
“Selamat ulang tahun...”
“Kau yang terbaik di dunia ini...”
Ya... Kalimat-kalimat cinta itu
jarang sekali kuucapkan untuknya. Bukan. Bahkan mungkin tak pernah kuucapkan
langsung padanya. Ya, tak pernah.
Saat kulihat orang lain yang
dengan mudahnya melontarkan kata-kata itu, aku pun ingin. Ingin seperti mereka
yang tak ragu mengatakan ‘aku menyayangimu’... Ingin seperti mereka yang dengan
lancarnya mengatakan ‘aku mencintaimu’... Ingin seperti mereka yang dengan
riangnya mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ dan ‘kau yang terbaik di dunia ini’
sambil memeluk dan memberikan kecupan hangat di kedua pipinya.
Aku ingin seperti itu...
Dulu... Kau sering mencium pipiku
meskipun aku tak mau. Kau senang menggodaku sampai aku kesal padamu. Kau
genggam erat tanganku saat berada di sebuah pasar malam agar aku tak terpisah
darimu. Kau selalu berhasil membuatku tertawa dengan prilakumu yang tiba-tiba
saja menari-nari di depanku saat mendengar lagu kesukaanmu. Aneh memang. Tapi
aku suka.
Pernah ku merasakan betapa
marahnya dirimu padaku saat aku nekat bepergian jauh sendirian di malam hari.
Meskipun aku hanya mendengar suaramu lewat ponsel, tapi aku bisa menangkap
wajah marahmu saat itu. Tidak, bukan marah, lebih tepatnya khawatir. Ya, kau sangat
mengkhawatirkanku. Namun bodohnya, aku tak bisa menangkap kekhawatiranmu itu
dan menganggap hal itu biasa saja. Toh aku pun tak apa-apa. Tapi sungguh,
sekarang baru aku sadari betapa khawatirnya dirimu. Maafkan aku hingga
membuatmu tak bisa tidur malam itu.
Kau memang pendiam. Sangat pendiam.
Terkadang aku kesal karena ketika berbicara denganmu, kau selalu merespon
kata-kataku dengan sangat lama. Kau memang bukan orang yang banyak bicara.
Namun kau bisa mencairkan suasana dengan caramu sendiri. Cara-cara yang aneh
dan tak terduga.
Kau tahu? Aku sering menatap
wajahmu. Lama. Di wajahmu... Ada tak hingga kasih sayang, ada sejuta
pengorbanan, ada segaris kelelahan. Segaris? Ya, karena kau tak pernah
menunjukkan kelelahanmu padaku meski ku tahu betapa lelahnya dirimu, betapa
berat masalah yang tengah kau hadapi. Aku selalu memperhatikanmu. Dalam diamku.
Tanpa kau sadari itu.
Aku bukan orang yang romantis.
Aku bukan orang yang dengan mudahnya mengumbar kata cintaku untukmu. Gengsi?
Tidak. Benci? Apalagi. Malu. Aku terlalu malu untuk mengucapkannya. Sangat
malu. Malu jika kau menertawakanku saat aku mengatakannya. Ya, inilah aku.
Hari ini adalah hari yang spesial
bagiku. Tentu juga bagimu. Kau bertambah usia. Namun lagi-lagi aku tak bisa
mengucapkan kalimat ‘selamat ulang tahun’ untukmu. Jangankan sekarang, saat kau
dan aku terpisahkan oleh jarak seperti ini, ketika masih bersamamu pun aku tak
berani mengucapkannya langsung. Aku malu. Sangat malu.
Aku tak tahu isi hatimu. Apakah
kau mengharapkan ucapan itu dariku atau tidak. Tapi aku yakin, sebenarnya
dirimu pun menginginkanku untuk mengucapkan selamat di hari spesialmu.
Terlalukah diriku? Aku bisa mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ kepada orang lain
dengan lancar, namun tidak kepadamu. Ya, terkadang aku merasa sangat
keterlaluan.
Namun...
Jauh di lubuk hatiku yang paling
dalam... Ada kalimat itu untukmu... Hanya saja kalimat itu tak keluar dari
mulutku. Entahlah, aku benar-benar malu untuk mengatakannya padamu.
“Aku mencintaimu, Ayah...”
“Aku menyayangimu...”
Meskipun aku tak pernah
mengungkapkannya, tapi percayalah, aku benar-benar menyayangimu.
Kau adalah ayah terbaik yang
kuimiliki di dunia ini... Mungkin banyak ayah di luar sana yang lebih baik,
lebih ramah, lebih tampan, lebih kaya, dan lebih lebih yang lainnya, namun
bagiku kau tetap yang terbaik di hatiku. Tanpamu, aku tak akan menjadi aku yang
sekarang.
Maafkan putrimu yang terlalu malu
untuk mengatakan ‘aku menyayangimu’...
Maafkan putrimu yang terlalu malu
untuk mengucapkan ‘aku mencintaimu’...
“Selamat ulang tahun...”
“Selamat ulang tahun Ayahku
tercinta...”
Semoga kau bisa merasakan rasa
sayang dan cintaku untukmu dengan tak perlu diucapkan.
0 comments:
Post a Comment